MAKALAH
KAJIAN PUISI
KAJIAN PUISI YANG BERJUDUL GADIS
PEMINTA-MINTA BERDASARKAN PENDEKATAN STRUKTURAL
diajukan untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah “Kajian Puisi Indonesia” yang dibimbing oleh Bapak
Hamdani, Spd.,MPd
Disusun oleh :
Aida Anwariyatul
Fuadah
41032121101063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA (UNINUS)
BANDUNG
2012
A. Teori Pendekatan Stuktural
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan
obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan
tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut
(Damono, 1984:2). Pendekatan-pendekatan dalam pengkajian karya sastra puisi
diantaranya pendekatan stuktur yang dibagi 2 menjadi semiotik dan stilistika,
ada pendekatan readers, pendekatan histori, pendekatan minesis dan pendekatan
intertekstual. Selanjutnya kami akan membahas lebih lanjut mengenai teori
pendekatan stuktural.
Secara umumnya, teori Struktural ialah suatu
percobaan untuk menerapkan teori linguistik kepada objek-objek dan
kegiatan-kegiatan lain, selain bahasa itu sendiri. Berdasarkan kepada
pernyataan di atas, maka pendekatan Struktural memberi tumpuan penelitian
terhadap aspek-aspek struktur yang membina teks. Pendekatan struktural dalam
analisis puisi yaitu kritik sastra berguna untuk pengembangan dan pembinaan
ilmu sastra (teori sastra). Kritik sastra merupakan wadah analisis karya
sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, gaya bahasa teknik penceritaan
dan sebagainya.
Pendekatan stuktural yang digunakan
akan menghasilkan gambaran yang jelas tentang unsur fisik dan batin sebuah
puisi. Diantara unsur-unsurnya adalah : diksi, citraan, bahasa khias, majas,
sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan
ide yang digunakan dalam menulis puisinya.
Pendekatan stuktural berasaskan kepada idea struktur
dalam teori Struktural. Teori Struktural berkembang luas pada
dekad 1960-an sebagai suatu usaha untuk menerapkan kaedah dan wawasan Ferdinand
de Saussure pengasas linguistik moden kepada kesusasteraan (Terry
Eagleton,1983:106). Pengertian Pendekatan struktural adalah suatu metode
atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan
kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya,
melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Analisis struktural
merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai
kebulatan makna intiristik yang dapat digali dari karya itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan stuktur adalah suatu
metode atau cara pencarian terhadapt suatu fakta yang sasaranya tidak hanya
ditunjukan kepada unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuan
namun ditunjukan pula kepada hubungan antar stukturnya yang mempunyai kebulatan
makna intrinsik yang dapat digali dari kaya itu sendiri.
Karya sastra merupakan sebuah stuktur yang kompleks dan
unik, disamping setiap karya mempunyai cirri (sic) kekompleksan dan keunikan
sendiri (Nurgiantoro, 2010: 37). Karya sastra puisi tentunya mempunyai ciri
yang berbeda dengan karya sastra lainya. Puisi adalah sebuah sistem, yang
tersusun dari sub sistem yaitu unsur penyusunnya.
Pandangan kaum Stukturalisme terhadap karya sastra puisi dan
fiksi adalah sebuah totalitas yang dibagun secara keherensif oleh berbagai
unsur pembangunya. Di satu pihak Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2010: 68)
stuktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran
semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan
yang indah. Dalam Unsur fisik penyusun puisi terdapat diksi, pengimajian, kata
kongkret, bahasa figuratif (majas), Versifikasi dan tata wajah (Waluyo, 1995:
72-97).
Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu
bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktural
itu. Pendekatan struktural yaitu suatu metode atau pendekatanm terhadap suatu
fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai
individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula
kepada hubungan antar unsurnya. Tujuan analisis stuktural adalah memaparkan
secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang
secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan( Nurgiantoro, 2010: 37).
Pendekatan struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan
gambaran yang jelas terhadap stuktur fisik puisi dan stuktur batin puisi yang
digunakan penyair dalam menulis puisinya. Untuk menunjang menganalisis puisi.
Pendekatan struktural dalam kritik sastra berguna untuk pengembangan dan
pembinaan ilmu sastra (teori sastra). Kritik sastra merupakan wadah analisis
karya sastra. Dengan menggunakan salah satu pendekatan puisi yaitu pendekatan
stuktural maka penulis menyoroti kajian puisi gadis peminta-minta menggunakan
pendekatan stuktur.
Dewasa ini, perkembangan karya sastra telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan muncul puisi-puisi yang
tidak lagi terikat sesuai devinisi yang klasik. Maka apabila akan mengkaji
sebuah puisi, hendaknya memperhatikan teori mana yang sesuai dengan bahan puisi
yang akan kita gunakan.
B. Langkah-langkah kajian stuktural
Dalam melakukan pengkajian menggunakan pendekatan stuktur
terhadap sebuah puisi yang berjudul “Gadis Peminta-minta” karangan Toto
Sudartho Bachtiar. Kami melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan Subjek Penelitian
Karya
ilmiah ini mengambil subjek analisis puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta
karangan Toto Sudartho Bachtiar. berdasarkan ”.pendekatan struktural
2.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang dipakai dalam analisis ini adalah “Pengamatan
atau Observasi”. Mengamati pengertian-pengertian stuktural menurut para pakar
dan menggunakan teori stuktur untuk mengkaji puisi gadis peminta-minta
3.
Analisis Data
Sedangkan
Analisis Data yang digunakan adalah metode ‘Kuantitatif”.
C. Kajian stuktur puisi Indonesia
Di
bawah ini akan disajikan sebuah puisi yang dianalisis berdasarkan pendekatan struktural;
Gadis
Peminta-minta
Setiap
kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah
padaku pada bulan merah jambu
Tapi
kotaku jadi hilang , tanpa jiwa.
Ingin
aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Ulang
ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup
dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira
dari kemayaan riang.
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas
di atas air kotor, tapi sayang begitu kau hafal
Jiwa
begitu murni, terlalu murni
Untuk
dapat membagi dukaku.
Kalau
kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan
di atas itu tak ada yang punya
Dan
kotaku, oh kotaku
hidupnya
tak lagi punya tanda.
(Toto
Sudarto Bachtiar, Suara, 1950)
1. Unsur Fisik
a. Diksi (Pilihan Kata)
Diksi
merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan
suasana sehingga mampu rnengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca
(Fajahono. 1990: 59).
1). Contoh diksi pada pada judul puisi
Gadis Peminta-minta
Dalam menggunakan kata gadis peminta-minta pembaca
akan lebih mudah mengetahui makna sebenarnya mengenai gambaran awal
puisi tersebut. Menggunakan makna sebenarnya yaitu orang gadis yang
suka meminta-minta atau pengemis.
2). BAIT 1
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang , tanpa jiwa.
Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas
menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan
sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca
(Waluyo:1995:78). ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris
: gadis kecil berkaleng kecil, senyumu terlalu kekal untuk kenal duka,
tengadah padaku pada bulan merah jambu, tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa.
3). BAIT II
3). BAIT II
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Ulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang.
Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas
menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan
sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca
(Waluyo:1995:78). ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris
: Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil,Ulang ke bawah jembatan yang
melulur sosok, Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira dari
kemayaan riang.
4).
BAIT III
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi sayang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku.
Kata-kata
yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang
mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan
penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78). ini bisa
dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris : Duniamu yang lebih tinggi
dari menara katedral, Melintas-lintas di atas air kotor, tapi sayang begitu kau
hafal, Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk dapat membagi dukaku.
5).
BAIT IV
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
hidupnya tak lagi punya tanda.
Kata-kata
yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang
mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan
penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78). ini bisa
dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris : Kalau kau mati, gadis
kecil berkaleng kecil. Bulan di atas itu tak ada yang punya, Dan kotaku, oh
kotaku, hidupnya tak lagi punya tanda.
b. Pengimajian (Citraan)
Pengimajinasian ditandai dengan penggunaan kata yang
kongkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji
pendegaran (visual), imaji penglihatan (auditif), dan imaji taktil (cita rasa)
(waluyo:1995:79). Dan adapula yang berpendapat bahwa
Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
sensonis seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan.
Pada puisi “Gadis peminta-minta” pengimajian
atau Citraan yang digunakan sebagai berikut :
1). Citraan Penglihatan (Visual) terdapat pada kata :
/ Setiap kita bertemu, gadis kecil
berkaleng kecil/
karena gadis kecil berkaleng kecil hanya dapat dilihat.
Kalimat ini mengandung makna betapa seringnya kita melihat gadis kecil membawa
kaleng kecil dimana-mana yang berarti menunjukkan bahwa kota yang dihuni banyak
rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga harus menggantungkan
hidupnya pada belas kasih orang dengan menyodorkan kaleng kecil yang dibawanya.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka/
mengandung citraan penglihatan karena senyum hanya dapat
dilihat. Sedangkan kalimatnya mengandung arti bahwa gadis kecil berkaleng kecil
itu selalu tersenyum dan tak mengenal duka.
/Kalau kau mati gadis kecil berkaleng kecil/, /Bulan di
atas itu tak ada yang punya/, /Dan kotaku, ah kotaku/
menunjukkan citraan penglihatan.
2). Citraan Pendengaran(auditif) terdapat pada kata :
Tidak terdapat citraan pendengaran
dalam puisi gadis peminta-minta.
3).
Citraan Perasaan(taktil) terdapat pada kata :
/Hidup
dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/ dan /Gembira dari kemayaan riang/
menunjukkan
citraan perasaan dan mengandung arti bahwa kegemerlapan hanya memenuhi
angan-angan gadis peminta-minta itu dan kegembiraan hatinya hanya semu atau
maya karena sesungguhnya hidupnya penuh penderitaan.
/Jiwa
begitu murni, terlalu murni/ dan /Untuk bisa membagi dukaku/
menunjukkan
citraan perasaan karena kemurnian jiwa hanya dapat dirasakan bukan dilihat atau
didengar. Kalimat ini mengandung makna bahwa penyair tidak hanya menyatakan
tingginya kehidupan gadis peminta-minta tetapi juga menunjukkan bahwa hatinya
sangat murni bahkan terlalu murni untuk membagi kedukaan penyair.
/Hidupnya
tak lagi punya tanda/
merupakan citraan perasaan.
c. Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada
arti yang menyeluruh. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan
pengimajinasian, pegembangan dan pengiasan.
Pada puisi “ Gadis Peminta-minta ” kata konkret terdapat
pada bait :
/gadis kecil berkaleng kecil/ untuk mengambarkan bahwa gadis itu seorang pengemis gembel.
/gadis kecil berkaleng kecil/ untuk mengambarkan bahwa gadis itu seorang pengemis gembel.
/pulang kebawah jembatan yang
melulur sosok/ untuk
mengambarkan tempat tidur yang pengap dibawah jembatan hanya dapat
menelantangan tubuh.
/hidup dari kehidupan angan-angan
yang gemerlap/ untuk
mengambarkan hidup pengemis yang penuh dengan kemayaan
/ duniamu yang lebih tinggi dari
menara katendral/
untuk mengkongkritkan gambaran tentang martabat gadis itu yang sama
dengan martabat manusia lainya.
/ bulan diatas itu tak ada yang
punya/ kotaku hidup tak punya tanda/ untuk mengkongkritkan kedukaan penyair.
d. Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa ftguratif atau majas adalah bahasa yang digunakan
penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang biasa, yakni suara yang
langsung mengungkapkan makna. Kemudian ada juga yang mendeviisikan bahwa bahasa
figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu
dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan
maknanya (waluyo:1995:83)
Pada puisi “Gadis peminta-minta” majas yang digunakan:
1). Metafora adalah bahasa kias seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata perbandingan,seperti ,bagai, laksana, seperti, dan sebagainya(Pradopo:25:66). Metafora ini melihat sesuatu dengan perantara benda lain(Becker, 1978:317). Kalimat yang terdapat majas metafora adalah :
/Tengadah padaku, pada bulan merah
jambu/
diibaratkan bahwa bulan berwarna merah jambu sedangkan seharusnya adalah putih.
Makna yang dimaksud oleh baris ini adalah pengemis itu menengadah tanpa
harapan. Bisa saja merah jambu di sana adalah bulan februari karna identik
dengan hari valentine yang biasanyanya menggunakan lambang merah jambu.
2). Perbandingan adalah bahasa kias yang
menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata perbandingan
seperti :,bagai,sebagain, laksana,semisal, sepantun, bak seperti, dan
kata-kata yang sebagainya(Pradopo:1995:62). Dalam puisi Gadis peminta-minta
tidak ada pengimajinasian perbandingan.
3). Perumpamaan Epos adalah perbandingan yang dilanjutkan,
atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frse yang
berturut-turut(Pradopo:1995:69).
4). Hiperbola adalah kiasan yang
berlebih-lebihan(Waluyo:1995:85).
5). Personifikasi yaitu bahasa kiasan yang
mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat,
berfikir, dan sebagainya seperti manusia(Pradopo:1995:75). Dengan contoh :
/Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa/ baris ini
menunjukkan bahwa kota memiliki jiwa sedangkan yang memiliki jiwa hanyalah
manusia.
6). Sinekdoce adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu
bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri
(Altebernd:1970:22).
7). ironi adalah kata-kata yang berlawanan dan memberikan
sindiran(Waluyo:1995:86). Dalam puisi Gadis peminta-minta tidak ada majas
ironi.
Kemudian masih dalam bahasa figuratif menurut Herman J
waluyo dalam bukunya teori dan apresiasi puisi terdapat perlambang.
Perlambang adalah sama halnya dengan kiasan dan digunakan untuk memperjelas
makna dan membuar nada dan suasana menjadi lebih jelas. Dibawah ini
contoh-contoh perlambang itu pada puisi gadis peminta-minta.
Perlambangan yang digunakan dalam puisi ini adalah lambang
benda yang ditunjukkan oleh
/kaleng kecil/ dan /jembatan yang melulur
sosok/.
Lambang warna yang digunakan dalam puisi ini ditunjukkan
oleh /pada bulan merah jambu/.
Lambang suasana ditunjukkan oleh /Gembira dar
kemayaan riang/.
e. Venfikasi (rima, ritme dan
metrum)
1). Rima, pengulangan bunyi dalam puisi untuk
membentuk musikalitas atau orkestrasi(Waluyo:1995:90)
2). Ritma, sangat berhubungan dengan bunyi , pengulangan
bunyi,
kata,frasa, dan kalimat(Waluyo:1995:94).
3). Metrum, pengulangan tekanan kata yang tetap pada puisi
“Gadis Peminta-minta” metrum tidak terdapat pada puisi tersebut.
f. Tata wajah (Tipografi),
berikut yang khas dan puisi Pada puisi yang berjudul “Gadis Peminta-minta“
mempunyai, tipografi konvensional. Tipografi konvesional artinya tidak
menyimpang dari dari tipografi puisi pada umumnya.
2. Stuktur Batin
a. Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang
dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat
mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya
(Waluyo, 1987: 106). Tema puisi “Gadis Peminta-minta” adalah kemanusiaan.
Penyair bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat seorang gadis
peminta-minta dan meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki martabat
yang sama. Bagi penyair perbedaan kedudukan, pangkat, dan kekayaan tidak sepatutnya
dijadikan landasan perlakuan pada seseorang. Toto menyatakan bahwa /Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral/ dan /Melintas-lintas di atas air
kotor, tapi yang begitu kau hafal/. Kalimat ini menunjukkan penyair ingin
mengetuk hati pembaca untuk ikut meratapi tokohnya. Itulah mengapa penyair
menyatakan bahwa tidak hanya dunianya lebih tinggi dari katedral, namun juga
dia menyatakan bahwa jiwa tokohnya itu begitu murni karena tidak bisa merasakan
perasaan penyair yang sangat memikirkan deritanya, seperti yang dinyatakan
dalam kalimat /Jiwa begitu murni, terlalu murni untuk bisa membagi dukaku/.
3. Rasa (Feeling)
Rasa atau feeling merupakan suasana perasaan sang penyair
yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Perasaan setiap penyair
pastilah berbeda-beda meskipun menggunakan tema yang sama. Puisi “Gadis
Peminta-minta” mampu mengungkapkan isi hati penyair yang begitu
meninggikan seorang peminta-minta. Penggunaan kata-katanya sederhana namun
dapat membangkitkan perasaan pembaca yang menganggap rendah para peminta-minta.
Dalam kalimat /Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/,
/Bulan di atas itu tak ada yang punya/, /dan kotaku, oh kotaku/, /Hidupnya tak
lagi punya tanda/ penyair mengungkapkan rasa harunya yang mendalam terhadap
gadis kecil berkaleng kecil apabila telah tak ada di kotanya. Penyair
begitu kuatnya mengajak pembaca agar mengubah pendirian mereka yang kebanyakan
sangat merendahkan para peminta-minta. Dan penyair berusaha mengetuk hati-hati
manusia(pembaca) untuk memperhatikan rakyat kecil dengan bait-bait yang
mengharukan.
4. Nada dan Suasana
Nada berkaitan erat dengan suasana. Nada bahagia yang
diciptakan penyair dapat menimbulkan perasaan senang pada pembaca setelah
membaca puisi. Nada religius menimbulkan suasana khusyuk pada pembaca. Nada
kritik menimbulkan suasana pemberontakan pada hati pembaca. Begitulah sangat
eratnya hubungan nada dan suasana.
Puisi “Gadis Peminta-minta” bernada kesedihan dan keharuan
seperti yang ditunjukkan oleh kalimat /senyummu terlalu kekal untuk kenal
duka/. Kesedihan dan keharuan penyair bukan karena keadaan dirinya yang
menderita tetapi dia merasakan keharuan dan kesedihan karena keadaan gadis
peminta-minta pembawa kaleng kecil. Kesedihan penyair lebih dikarenakan rasa
solidaritas kemanusiaan.
Penyair juga menunjukkan betapa ia sangat meninggikan gadis
peminta-minta dimana ia pun tak kuasa membagi kedukaannya kepada gadis
peminta-minta itu.Suasana yang timbul akibat nada yang disodorkan penyair
tersebut membuat pembaca ikut merasa terharu dan berempati pada gadis kecil
pembawa kaleng kecil itu.
5. Amanat (Pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah
setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Amanat merupakan hal yang
mendorong penyair untuk menciptakan puisinya (Waluyo, 1987: 130). Amanat dapat
diungkapkan dengan menggali makna puisi. Itulah mengapa amanat merupakan unsur
tersirat dalam puisi. Amanat tidak nampak secara eksplisit dan mudah ditemukan
dalam puisi.
Amanat puisi “Gadis Peminta-minta” adalah ajakan penyair
agar pembaca tidak meremehkan para peminta-minta karena mereka juga manusia.
Dalam puisinya ini penyair menyatakan bahwa peminta-minta merupakan identitas
kota besar namun juga mengharapkan agar tokoh semacam itu tidak ada lagi.
Kalimat /di bawah jembatan yang melulur sosok/ menunjukkan bahwa penyair
berharap agar kotanya mempunyai rasa belas kasih kepada gadis peminta-minta
sehingga kehidupannya tidak lagi sengsara.
D. Pustaka Rujukan
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian puisi.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan apresiasi puisi.
Jakarta:Erlangga
Nurgiyantoro, Burhan.2010.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Sudjiman, Panuti.1992.Memahami Cerita Rekaan.Bandung:Pustaka
Jaya





