MAKALAH KAJIAN PUISI

KAJIAN PUISI YANG BERJUDUL GADIS PEMINTA-MINTA BERDASARKAN PENDEKATAN STRUKTURAL
diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Kajian Puisi Indonesia” yang dibimbing oleh Bapak Hamdani, Spd.,MPd
Disusun oleh :
Aida Anwariyatul Fuadah    
 41032121101063


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA (UNINUS)
BANDUNG
2012
A.    Teori Pendekatan  Stuktural
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan-pendekatan dalam pengkajian karya sastra puisi diantaranya pendekatan stuktur yang dibagi 2 menjadi semiotik dan stilistika, ada pendekatan readers, pendekatan histori, pendekatan minesis dan pendekatan intertekstual. Selanjutnya kami akan membahas lebih lanjut mengenai teori pendekatan stuktural.
Secara umumnya, teori Struktural ialah suatu percobaan untuk menerapkan teori linguistik kepada objek-objek dan kegiatan-kegiatan lain, selain bahasa itu sendiri. Berdasarkan kepada pernyataan di atas, maka pendekatan Struktural memberi tumpuan penelitian terhadap aspek-aspek struktur yang membina teks. Pendekatan struktural dalam analisis puisi yaitu kritik sastra berguna untuk pengembangan dan pembinaan ilmu sastra (teori sastra). Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra, analisis struktur cerita, gaya bahasa, gaya bahasa teknik penceritaan dan sebagainya. Pendekatan stuktural yang digunakan akan menghasilkan gambaran yang jelas tentang unsur fisik dan batin sebuah puisi. Diantara unsur-unsurnya adalah : diksi, citraan, bahasa khias, majas, sarana retorika, bait dan baris, nilai bunyi, persajakan, narasi, emosi, dan ide yang digunakan dalam menulis puisinya.
Pendekatan stuktural  berasaskan kepada idea struktur dalam teori Struktural. Teori Struktural berkembang luas pada dekad 1960-an sebagai suatu usaha untuk menerapkan kaedah dan wawasan Ferdinand de Saussure pengasas linguistik moden kepada kesusasteraan (Terry Eagleton,1983:106).  Pengertian Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Analisis struktural merupakan tugas prioritas atau tugas pendahuluan. Sebab karya sastra mempunyai kebulatan makna intiristik yang dapat digali dari karya itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan stuktur adalah suatu metode atau cara pencarian terhadapt suatu fakta yang sasaranya tidak hanya ditunjukan kepada unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuan namun ditunjukan pula kepada hubungan antar stukturnya yang mempunyai kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari kaya itu sendiri.
Karya sastra merupakan sebuah stuktur yang kompleks dan unik, disamping setiap karya mempunyai cirri (sic) kekompleksan dan keunikan sendiri (Nurgiantoro, 2010: 37). Karya sastra puisi tentunya mempunyai ciri yang berbeda dengan karya sastra lainya. Puisi adalah sebuah sistem, yang tersusun dari sub sistem yaitu unsur penyusunnya.
Pandangan kaum Stukturalisme terhadap karya sastra puisi dan fiksi adalah sebuah totalitas yang dibagun secara keherensif oleh berbagai unsur pembangunya. Di satu pihak Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2010: 68) stuktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Dalam Unsur fisik penyusun puisi terdapat diksi, pengimajian, kata kongkret, bahasa figuratif (majas), Versifikasi dan tata wajah (Waluyo, 1995: 72-97).
Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktural itu. Pendekatan struktural yaitu suatu metode atau pendekatanm terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Tujuan analisis stuktural adalah memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan( Nurgiantoro, 2010: 37).
Pendekatan struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap stuktur fisik puisi dan stuktur batin puisi yang digunakan penyair dalam menulis puisinya. Untuk menunjang menganalisis puisi. Pendekatan struktural dalam kritik sastra berguna untuk pengembangan dan pembinaan ilmu sastra (teori sastra). Kritik sastra merupakan wadah analisis karya sastra. Dengan menggunakan salah satu pendekatan puisi yaitu pendekatan stuktural maka penulis menyoroti kajian  puisi gadis peminta-minta menggunakan pendekatan stuktur.
Dewasa ini, perkembangan karya sastra telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan muncul puisi-puisi yang tidak lagi terikat sesuai devinisi yang klasik. Maka apabila akan mengkaji sebuah puisi, hendaknya memperhatikan teori mana yang sesuai dengan bahan puisi yang akan kita gunakan.

B.     Langkah-langkah kajian stuktural
Dalam melakukan pengkajian menggunakan pendekatan stuktur terhadap sebuah puisi yang berjudul “Gadis Peminta-minta” karangan Toto Sudartho Bachtiar. Kami melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan Subjek Penelitian
Karya ilmiah ini mengambil subjek analisis puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta karangan Toto Sudartho Bachtiar. berdasarkan ”.pendekatan struktural
2.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam  analisis ini  adalah “Pengamatan atau Observasi”. Mengamati pengertian-pengertian stuktural menurut para pakar dan menggunakan teori stuktur untuk mengkaji puisi gadis peminta-minta
3.      Analisis Data
Sedangkan Analisis Data yang digunakan adalah  metode ‘Kuantitatif”.

C.    Kajian stuktur puisi Indonesia
Di bawah ini akan disajikan sebuah puisi yang dianalisis berdasarkan pendekatan struktural;

Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu  terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang , tanpa jiwa.

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Ulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang.

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi sayang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku.

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
hidupnya tak lagi punya tanda.
(Toto Sudarto Bachtiar, Suara, 1950)

1.       Unsur Fisik
a.       Diksi (Pilihan Kata)
Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu rnengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca (Fajahono. 1990: 59).

1). Contoh diksi pada  pada judul puisi
Gadis Peminta-minta
Dalam menggunakan kata gadis peminta-minta pembaca akan lebih mudah mengetahui makna sebenarnya  mengenai gambaran awal puisi  tersebut. Menggunakan makna sebenarnya yaitu  orang gadis yang suka meminta-minta atau pengemis.

2). BAIT  1
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
   Senyummu  terlalu kekal untuk kenal duka
   Tengadah padaku pada bulan merah jambu
   Tapi kotaku jadi hilang , tanpa jiwa.

Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78).  ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris : gadis kecil berkaleng kecil, senyumu terlalu kekal untuk kenal duka, tengadah padaku pada bulan merah jambu, tapi kotaku jadi hilang,tanpa jiwa.

3). BAIT II
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Ulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang.

Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78).  ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris : Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil,Ulang ke bawah jembatan yang melulur sosok, Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira dari kemayaan riang.

4). BAIT III
    Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
    Melintas-lintas di atas air kotor, tapi sayang begitu kau hafal
   Jiwa begitu murni, terlalu murni
   Untuk dapat membagi dukaku.

Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78).  ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris : Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral, Melintas-lintas di atas air kotor, tapi sayang begitu kau hafal, Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk dapat membagi dukaku.

5). BAIT IV
  Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
  Bulan di atas itu tak ada yang punya
  Dan kotaku, oh kotaku
  hidupnya tak lagi punya tanda.

Kata-kata yang digunakan dalam kalimat puisi di atas menggunakan kata-kata yang mengandung unsur bahasa konotatif yaitu bukan sebenarnya. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mengsugesti pembaca (Waluyo:1995:78).  ini bisa dilihat jelas pada kata setiap barisnya baris :  Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil. Bulan di atas itu tak ada yang punya, Dan kotaku, oh kotaku, hidupnya tak lagi punya tanda.

b.       Pengimajian (Citraan)
Pengimajinasian ditandai dengan penggunaan kata yang kongkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji pendegaran (visual), imaji penglihatan (auditif), dan imaji taktil (cita rasa)
(waluyo:1995:79).  Dan adapula yang berpendapat bahwa Pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensonis seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan.

Pada puisi  “Gadis peminta-minta”  pengimajian atau Citraan yang  digunakan sebagai berikut :
1).  Citraan Penglihatan (Visual) terdapat pada kata :
/ Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil/
karena gadis kecil berkaleng kecil hanya dapat dilihat. Kalimat ini mengandung makna betapa seringnya kita melihat gadis kecil membawa kaleng kecil dimana-mana yang berarti menunjukkan bahwa kota yang dihuni banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga harus menggantungkan hidupnya pada belas kasih orang dengan menyodorkan kaleng kecil yang dibawanya.
/Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/
mengandung citraan penglihatan karena senyum hanya dapat dilihat. Sedangkan kalimatnya mengandung arti bahwa gadis kecil berkaleng kecil itu selalu tersenyum dan tak mengenal duka.
/Kalau kau mati gadis kecil berkaleng kecil/, /Bulan di atas itu tak ada yang punya/, /Dan kotaku, ah kotaku/
menunjukkan citraan penglihatan.
        
2).  Citraan Pendengaran(auditif) terdapat pada kata :
Tidak terdapat citraan pendengaran dalam puisi gadis peminta-minta.
3). Citraan Perasaan(taktil) terdapat pada kata :
/Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/ dan /Gembira dari kemayaan riang/
menunjukkan citraan perasaan dan mengandung arti bahwa kegemerlapan hanya memenuhi angan-angan gadis peminta-minta itu dan kegembiraan hatinya hanya semu atau maya karena sesungguhnya hidupnya penuh penderitaan.
/Jiwa begitu murni, terlalu murni/ dan /Untuk bisa membagi dukaku/
 menunjukkan citraan perasaan karena kemurnian jiwa hanya dapat dirasakan bukan dilihat atau didengar. Kalimat ini mengandung makna bahwa penyair tidak hanya menyatakan tingginya kehidupan gadis peminta-minta tetapi juga menunjukkan bahwa hatinya sangat murni bahkan terlalu murni untuk membagi kedukaan penyair.
/Hidupnya tak lagi punya tanda/ merupakan citraan perasaan.

c.        Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Pengonkretan kata berhubungan erat dengan pengimajinasian, pegembangan dan pengiasan.

Pada puisi “ Gadis Peminta-minta ” kata konkret terdapat pada bait :
/gadis kecil berkaleng kecil/ untuk mengambarkan bahwa gadis itu seorang pengemis gembel.
/pulang kebawah jembatan yang melulur sosok/  untuk mengambarkan tempat tidur yang pengap dibawah jembatan hanya dapat menelantangan tubuh.
/hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlap/ untuk mengambarkan hidup pengemis yang penuh dengan kemayaan
/ duniamu yang lebih tinggi dari menara katendral/  untuk mengkongkritkan gambaran tentang martabat gadis itu yang sama dengan martabat manusia lainya.
/ bulan diatas itu tak ada yang punya/ kotaku hidup tak punya tanda/ untuk mengkongkritkan kedukaan penyair.

d.       Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa ftguratif atau majas adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang biasa, yakni suara yang langsung mengungkapkan makna. Kemudian ada juga yang mendeviisikan bahwa bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair  untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung  mengungkapkan maknanya (waluyo:1995:83)

Pada puisi “Gadis peminta-minta” majas yang digunakan:
1).  Metafora adalah bahasa kias seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata perbandingan,seperti ,bagai, laksana, seperti, dan sebagainya(Pradopo:25:66). Metafora ini melihat sesuatu dengan perantara benda lain(Becker, 1978:317). Kalimat yang terdapat majas metafora adalah :
/Tengadah padaku, pada bulan merah jambu/ diibaratkan bahwa bulan berwarna merah jambu sedangkan seharusnya adalah putih. Makna yang dimaksud oleh baris ini adalah pengemis itu menengadah tanpa harapan. Bisa saja merah jambu di sana adalah bulan februari karna identik dengan hari valentine yang biasanyanya menggunakan lambang merah jambu.
2).   Perbandingan  adalah bahasa kias yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata perbandingan seperti :,bagai,sebagain, laksana,semisal, sepantun, bak  seperti, dan kata-kata yang sebagainya(Pradopo:1995:62). Dalam puisi Gadis peminta-minta tidak ada pengimajinasian perbandingan.
3). Perumpamaan Epos adalah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frse yang berturut-turut(Pradopo:1995:69).
4).  Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan(Waluyo:1995:85).
5).  Personifikasi yaitu bahasa kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berfikir, dan sebagainya seperti manusia(Pradopo:1995:75). Dengan contoh :
/Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa/ baris ini menunjukkan bahwa kota memiliki jiwa sedangkan yang memiliki jiwa hanyalah manusia.
6). Sinekdoce adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri
(Altebernd:1970:22).
7). ironi adalah kata-kata yang berlawanan dan memberikan sindiran(Waluyo:1995:86). Dalam puisi Gadis peminta-minta tidak ada majas ironi.
Kemudian masih dalam bahasa figuratif menurut Herman J waluyo dalam bukunya teori dan apresiasi puisi terdapat perlambang. Perlambang adalah sama halnya dengan kiasan dan digunakan untuk memperjelas makna dan membuar nada dan suasana menjadi lebih jelas. Dibawah ini contoh-contoh perlambang itu pada puisi gadis peminta-minta.
Perlambangan yang digunakan dalam puisi ini adalah lambang benda yang ditunjukkan oleh
/kaleng kecil/ dan /jembatan yang melulur sosok/.
 Lambang warna yang digunakan dalam puisi ini ditunjukkan oleh /pada bulan merah jambu/.
Lambang suasana ditunjukkan oleh  /Gembira dar kemayaan riang/.
e.        Venfikasi (rima, ritme dan metrum)
1). Rima, pengulangan bunyi dalam  puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi(Waluyo:1995:90)
2). Ritma, sangat berhubungan dengan bunyi , pengulangan bunyi,
kata,frasa, dan kalimat(Waluyo:1995:94).
3). Metrum, pengulangan tekanan kata yang tetap pada puisi “Gadis Peminta-minta” metrum tidak terdapat pada puisi tersebut.

f.         Tata wajah (Tipografi), berikut yang khas dan puisi Pada puisi yang berjudul “Gadis Peminta-minta“ mempunyai, tipografi konvensional. Tipografi konvesional artinya tidak menyimpang dari dari tipografi puisi pada umumnya.

2.      Stuktur Batin
a.       Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya (Waluyo, 1987: 106). Tema puisi “Gadis Peminta-minta” adalah kemanusiaan. Penyair bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat seorang gadis peminta-minta dan meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama. Bagi penyair perbedaan kedudukan, pangkat, dan kekayaan tidak sepatutnya dijadikan landasan perlakuan pada seseorang. Toto menyatakan bahwa /Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral/ dan /Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal/. Kalimat ini menunjukkan penyair ingin mengetuk hati pembaca untuk ikut meratapi tokohnya. Itulah mengapa penyair menyatakan bahwa tidak hanya dunianya lebih tinggi dari katedral, namun juga dia menyatakan bahwa jiwa tokohnya itu begitu murni karena tidak bisa merasakan perasaan penyair yang sangat memikirkan deritanya, seperti yang dinyatakan dalam kalimat /Jiwa begitu murni, terlalu murni untuk bisa membagi dukaku/.



3.      Rasa (Feeling)
Rasa atau feeling merupakan suasana perasaan sang penyair yang diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca. Perasaan setiap penyair pastilah berbeda-beda meskipun menggunakan tema yang sama. Puisi “Gadis Peminta-minta” mampu  mengungkapkan isi hati penyair yang begitu meninggikan seorang peminta-minta. Penggunaan kata-katanya sederhana namun dapat membangkitkan perasaan pembaca yang menganggap rendah para peminta-minta. Dalam kalimat  /Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil/, /Bulan di atas itu tak ada yang punya/, /dan kotaku, oh kotaku/, /Hidupnya tak lagi punya tanda/ penyair mengungkapkan rasa harunya yang mendalam terhadap gadis kecil berkaleng kecil apabila telah tak ada di kotanya.  Penyair begitu kuatnya mengajak pembaca agar mengubah pendirian mereka yang kebanyakan sangat merendahkan para peminta-minta. Dan penyair berusaha mengetuk hati-hati manusia(pembaca) untuk memperhatikan rakyat kecil dengan bait-bait yang mengharukan.
4.      Nada dan Suasana
Nada berkaitan erat dengan suasana. Nada bahagia yang diciptakan penyair dapat menimbulkan perasaan senang pada pembaca setelah membaca puisi. Nada religius menimbulkan suasana khusyuk pada pembaca. Nada kritik menimbulkan suasana pemberontakan pada hati pembaca. Begitulah sangat eratnya hubungan nada dan suasana.
Puisi “Gadis Peminta-minta” bernada kesedihan dan keharuan seperti yang ditunjukkan oleh kalimat /senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/. Kesedihan dan keharuan penyair bukan karena keadaan dirinya yang menderita tetapi dia merasakan keharuan dan kesedihan karena keadaan gadis peminta-minta pembawa kaleng kecil. Kesedihan penyair lebih dikarenakan rasa solidaritas kemanusiaan.
Penyair juga menunjukkan betapa ia sangat meninggikan gadis peminta-minta dimana ia pun tak kuasa membagi kedukaannya kepada gadis peminta-minta itu.Suasana yang timbul akibat nada yang disodorkan penyair tersebut membuat pembaca ikut merasa terharu dan berempati pada gadis kecil pembawa kaleng kecil itu.
5.      Amanat (Pesan)
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya (Waluyo, 1987: 130). Amanat dapat diungkapkan dengan menggali makna puisi. Itulah mengapa amanat merupakan unsur tersirat dalam puisi. Amanat tidak nampak secara eksplisit dan mudah ditemukan dalam puisi.
Amanat puisi “Gadis Peminta-minta” adalah ajakan penyair agar pembaca tidak meremehkan para peminta-minta karena mereka juga manusia. Dalam puisinya ini penyair menyatakan bahwa peminta-minta merupakan identitas kota besar namun juga mengharapkan agar tokoh semacam itu tidak ada lagi.  Kalimat /di bawah jembatan yang melulur sosok/ menunjukkan bahwa penyair berharap agar kotanya mempunyai rasa belas kasih kepada gadis peminta-minta sehingga kehidupannya tidak lagi sengsara. 

D.    Pustaka Rujukan
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian puisi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan apresiasi puisi. Jakarta:Erlangga
Nurgiyantoro, Burhan.2010.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sudjiman, Panuti.1992.Memahami Cerita Rekaan.Bandung:Pustaka Jaya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS